PENGERTIAN
Etika bisnis memiliki definisi yang hampir sama dengan etika
profesi, namun secara lebih rinci. Etika bisnisadalah perilaku etis atau
tidak etis yang dilakukan oleh pimpinan, manajer, karyawan, agen, atau
perwakilan suatu perusahaan.
Faktor yang mempengaruhi
Perilaku Etika. Tiga fakto utamanya,
yaitu :
1. Perbedaan Budaya.
Perilaku bisnis orang
Indonesia tentu saja berbeda dengan Negara lain. Hal yang sama, daerah atau
kota tertentu berbeda perilaku bisnisnya dengan daerah lain.
2. Pengetahuan.
Semakin banyak hal
yang diketahui dan semakin baik seseorang memahami suatu situasi, semakin baik
pula kesempatannya dalam membuat keputusan-keputusan yang etis. Ketidaktahuan
bukanlah alasan yang dapat diterima dalam pandangan hukum, termasuk masalah etika.
3. Perilaku Organisasi
Dasar etika bisnis
adalah bersifat kesadaran etis dan meliputi standar-standar perilaku. Banyak
organisasi menyadari betul perlunya menetapkan peraturan-peraturan perusahaan
terkait perilaku dan menyediakan tenaga pelatih untuk memperkenalkan dan
memberi pemahaman tentang permasalahan etika.
Ada beberapa factor
lain yang mempengaruhi Perilaku etika bisnis, yaitu :
- Physical
Kualitas air dan
udara, keamanan
- Moral
Kebutuhan akan
kejujuran (fairness) dan keadilan (equity)
- Bad Judgment
Kesalahan operasi,
kompensasi eksekutif
- Activist Shareholders
Shareholders etis,
konsumen dan environmentalist
- Economic
Kelemahan, tekanan utk
bertahan
- Competition
Tekanan global
- Financial Malfeasance
Berbagai skandal
akuntansi dan keuangan
- Governance Failures
Pengakuan thd arti
penting good governance dan isu-isu etika
- Accountability
Kebutuhan akan
transparansi
- Synergy
Publikasi,
perubahan-perubahan yang berhasil
- Institutional Reinforcement
Hukum/UU baru utk
mereformasi praktik bisnis dan profesi
Kesaling-tergantungan
bisnis dengan masyarakat
Dalam
bisnis perusahaan sangat terkait dengan aktivitas publik. Lingkungan bisnis
memiliki ketergantungan yang kuat dengan kehidupan ekonomi anggota masyarakat.
Karena lingkungan itulah, bisnis mempunyai kepentingan untuk mengelola
pihak-pihak yang berasal dari berbagai latar belakang (social, budaya, dan
politik).
Perusahaan
berhubungan dengan masyarakat melalui berbagai kebijakan. Namun perusahaan
tidak hanya berhubungan dengan masyarakat melalui kebijakan. Perusahaan juga
berhubungan dengan masyarakat melalui “aktivitas lapis kedua”. Aktivitas ini
tidak secara langsung berhubungan dengan tindakan, melainkan sebagai
konsekuensi atas aktivitas yang mengarah pada pencapaian tujuan dan misi.
Dua pandangan tanggung
jawab sosial :
1. Pandangan klasik : tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah memaksimalkan laba (profit oriented)
Pada pandangan ini manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar pemilik saham karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama perusahaan.
2. Pandangan sosial ekonomi : bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar menghasilkan laba, tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan social
1. Pandangan klasik : tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah memaksimalkan laba (profit oriented)
Pada pandangan ini manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar pemilik saham karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama perusahaan.
2. Pandangan sosial ekonomi : bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar menghasilkan laba, tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan social
Kepedulian pelaku
bisnis terhadap Etika
Suatu
perusahaan dalam berbisnis tidak hanya bermaksud memenuhi kebutuhan masyarakat
konsumen. Namun mampu menyediakan sarana-sarana yang dapat menarik minat dan
perilaku membeli konsumen. Para pelaku bisnis secara umum memiliki kepedulian
terhadap masyarakat. Perusahaan memiliki maksud dan tujuan bisnis yang sangat
terkait erat dengan factor-faktor berikut :
1. Pemenuhan kebutuhan
2. Keuntungan usaha
3. Pertumbuhan dan
perkembangan yang berkelanjutan
4. Mengatasi berbagai
resiko
5. Tanggungjawab social
Perkembangan dalam
etika bisnis
Kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan
etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu
sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan atau takaran,
berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan
bisnis. Namun demikian bila menyimak etika bisnis seperti dikaji dan
dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana
etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif sampai menjadi status
sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri.
Etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika
bisnis telah menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional, internasional
dan global seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika
Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif
melakukan kajian etika bisnis adalah institute of moralogy pada universitas
Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center
of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of
manajemen di Kalkutta tahun 1992. Di indonesia sendiri pada beberape perguruan
tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika
isnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan
pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan
etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di Jakarta.
Etika Bisnis dan
Akuntansi
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan
bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan
dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi
dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung
jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder.
Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat
merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan
bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.
Dalam menciptakan
etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan hal
sebagai berikut :
1. Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing
untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping
itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main
curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau
keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah
etika bisnis yang "etik".
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan
hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi.
3. Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha
menciptakan etika bisnis. Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti
perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus
dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak
kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan
teknologi.
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis
perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut
tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat
antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada
kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang,
tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi,Kolusi dan komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin
tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan
segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang
mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit
(sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
"katabelece" dari "koneksi" serta melakukan
"kongkalikong" dengan data yang salah.
Juga jangan memaksa
diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada
pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar
Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif"
harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan
golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama
dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini
kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah
waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan
berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main
Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat
terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika
tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara
ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba
untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua
konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu demi satu.
10. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuh kembangkan Kesadaran dan
rasa Memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha
menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas
semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian
etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan
Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis
tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar