Sabtu, 29 November 2014

TUGAS 10 (PAPER) ETIKA PROFESI AKUNTANSI

PENGARUH ETIKA PROFESI AUDITOR DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PENDAHULUAN
Agustian Dionisius Amat (2009) menyatakan bahwa akuntan merupakan profesi yang dalam pelaksanaannya selalu didasarkan pada prinsip-prinsip etika. Sejalan dengan tuntutan perkembangan lingkungan bisnis berbagai perbaikan dan penyempurnaan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) maupun kode etik akuntan Indonesia terus dilakukan.
Hery dan Agustiny Merrina (2007) menyatakan bahwa peranan auditor sangat dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha. Para auditor wajib memahami pelaksanaan etika yang berlaku dalam menjalankan profesinya tersebut. Auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan guna menunjang profesionalisme.
Robert Sack (dalam buku Kieso, Weygandt dan Warfield, (2002 : 212) menyatakan bahwa peraturan etika untuk para akuntan tampaknya kompleks karena mempertahankan independensi dalam dunia bisnis dewasa ini juga kompleks. Dan salah satu bidang yang paling mendapat perhatian adalah persyaratan bahwa auditor tidak boleh mempunyai kepentingan keuangan dalam perusahaan kliennya.
Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008), menjelaskan bahwa seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata-mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, akuntan publik dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai.
FASB dalam Statement of Financial Accounting Concept No.2, menyatakan bahwa relevansi dan reliabilitas adalah dua kualitas yang membuat informasi akuntansi berguna untuk pembuatan keputusan. Untuk mencapai  kualitas relevan dan reliabel maka laporan keuangan perlu diaudit oleh akuntan publik untuk memberikan jaminan kepada pemakai bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu Standart Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia.
IAI sebagai organisasi profesi akuntan di Indonesia telah berupaya melakukan penegakan etika profesi yang ditujukan terhadap auditor untuk memberikan kepercayaan kepada klien atas kinerja yang dilakukan. Pada dasarnya seorang auditor dalam membuat keputusan pasti menggunakan lebih dari satu pertimbangan rasional yang didasarkan atas pelaksanaan etika yang berlaku yang dipahaminya dan membuat suatu keputusan yang adil. Oleh karena itu, diperlukan suatu jasa profesional yang independen dan obyektif untuk menilai kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen. Alasan yang mendasari diperlukannya perilaku profesional pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan secara perorangan.
TUJUAN PENELITIAN
1. Bagi Auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP), dapat memberikan masukan dan informasi terhadap peningkatan etika profesi auditor dalam pengambilan keputusan untuk menghasilkan laporan keuangan auditan yang berkualitas dan bermanfaat guna meyakinkan klien dan pemakai laporan keuangan akan kualitas audit dan jasa yang telah diberikan. Serta dorongan kuat bagi KAP untuk bertindak secara profesional dalam pengambilan keputusan.
2. Bagi penulis, dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai pengaruh etika profesi auditor dalam pengambilan keputusan.
3. Bagi penulis selanjutnya, dapat dijadikan bahan informasi dan referensi bagi penelitian berikutnya yang memilih topik yang sama sebagai bahan penelitian.
METODE PENELITIAN
a). Identifikasi Variabel
Terdapat dua jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel independen (X) yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan Pelaksanaan Etika Profesi yang meliputi sub Variabel diantaranya : Independensi, Integritas, Obyektivitas, Standar Umum, Prinsip Akuntansi, Tanggung Jawab kepada Klien, Tanggung Jawab kepada Rekan Seprofesi, Tanggung Jawab dan Praktik Lain. sedangkan variabel dependen (Y) yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan Pengambilan Keputusan Auditor dalam Kantor Akuntan Publik (KAP).
b). Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah auditor pada KAP yang berada di Surabaya. Sampel dalam penelitian ini adalah auditor yang memiliki masa kerja minimal selama 1 tahun atau lebih, memiliki pengalaman dalam mengaudit laporan keuangan dan bekerja di KAP Surabaya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling untuk setiap anggota populasi yang digunakan sebagai sampel.
c). Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari penyebaran kuesioner kepada responden, yaitu para auditor yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun atau lebih dan memiliki pengalaman dalam mengaudit. Metode pengumpulan data yang dipakai pada penelitian ini adalah metode survei dengan penyebaran kuesioner pada auditor yang bekerja di KAP Surabaya. Adapun teknik pengumpulan datanya melalui butir-butir pertanyaan yang diajukan secara tertulis dengan responden atau memperoleh informasi berdasarkan sikap, pengetahuan dan pengalaman atau persepsi auditor.
HASIL PEMBAHASAN
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa secara model maupun parsial sub variabel dari etika profesi yang diantaranya (independensi, integritas, objektivitas, standar umum, prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, tanggung jawab & praktek lain) terbukti bahwa secara signifikan tidak ada pengaruh terhadap pengambilan keputusan auditor. Dari semua variabel yang telah di uji berada pada titik penerimaan H0. Hal ini artinya bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap etika profesi auditor dalam pengambilan keputusan. Ini terjadi karena akuntan seringkali dihadapkan pada situasi adanya dilema yang menyebabkan dan memungkinkan akuntan tidak dapat independen. Akuntan diminta untuk tetap independen dari klien, tetapi pada saat yang sama kebutuhan mereka tergantung kepada klien karena fee yang diterimanya, sehingga seringkali akuntan berada dalam situasi dilematis. Hal ini akan berlanjut jika hasil temuan auditor tidak sesuai dengan harapan klien, sehingga menimbulkan konflik audit. Konflik audit ini akan berkembang menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang bertentangan dengan independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi atau tekanan di sisi lainnya. Auditor secara sosial juga bertanggung jawab kepada masyarakat dan profesinya daripada mengutamakan kepentingan dan pertimbangan pragmatis pribadi atau kepentingan ekonomis semata. Situasi seperti hal tersebut di atas sangat sering dihadapi oleh auditor. Jadi, auditor seringkali dihadapkan kepada situasi dilema etika dalam 9 pengambilan keputusannya
1. Pengaruh independensi terhadap pengambilan keputusan auditor.
Independensi menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance). Jika auditor memiliki sikap independensi maka auditor mampu mengungkapkan fakta apa adanya dalam pengambilan keputusan.
2. Pengaruh integritas terhadap pengambilan keputusan auditor.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional serta merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi auditor dalam menguji semua keputusan yang diambilnya dan mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
3. Pengaruh objektivitas terhadap pengambilan keputusan auditor.
Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan, dimana mengharuskan auditor bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah pihak lain.
4. Pengaruh standar umum terhadap pengambilan keputusan.
Standar umum adalah suatu kepatuhan auditor yang harus mampu berkompetetensi profesional, cermat dan keseksamaan profesional, perencanaan dan supervisi, serta menghasilkan data yang relevan dan memadai. Dimana anggota hanya boleh memberikan jasa profesionalnya secara layak, memberikan jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional, merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional, serta wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi simpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
5. Pengaruh prinsip akuntansi terhadap pengambilan keputusan auditor.
Prinsip akuntansi ini dimana anggota KAP tidak diperkenankan menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum, serta tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.
6. Pengaruh tanggung jawab kepada klien terhadap pengambilan keputusan.
Tanggung jawab disini mengharapkan anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien, mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi akuntan, serta menetapkan fee kontinjen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi independensi.
7. Pengaruh tanggung jawab kepada rekan seprofesi terhadap pengambilan keputusan.
Dalam hal penugasan audit dari klien yang baru, penting bagi auditor penerus untuk berkomunikasi dengan auditor terdahulu untuk mendapatkan informasi terutama mengenai integritas moral dari manajemen klien yang baru tersebut. Dengan adanya komunikasi tersebut diharapkan auditor penerus dapat melakukan auditnya dengan lebih baik dan tetap menjaga citra profesional akuntan publik secara keseluruhan.
8. Pengaruh tanggung jawab & praktek lain terhadap pengambilan keputusan
Dimana anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucap perkataan yang mencemarkan profesi, mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan anggota hanya dapat berpraktik dalam bentuk organisasi yang diijinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi, memberikan/menerima komisi apabila pemberian.penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi.
Jadi secara keseluruhan penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa etika profesi (independensi, integritas, objektivitas, standar umum, prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, tanggung jawab & praktek lain) mempengaruhipengambilan keputusan auditor. Fakta empiris saat ini menunjukkan bahwa etika profesi (independensi, integritas, objektivitas, standar umum, prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, tanggung jawab & praktek lain) tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan auditor. Ini terjadi karena permasalahan etika profesi yang kurang didukung oleh penerapan Kode Etik IAI dalam menjalankan profesinya, sehingga apa yang diharapkan tidak menghasilkan sesuatu yang maksimal. Faktor lain yang mungkin menyebabkan faktor ini tidak signifikan adalah lembaga profesi seperti IAI kurang mengakar pada system kebanyakan akuntan publik, sehingga aturan-aturan 16yang ditetapkan maupun etika yang ditegakkan menjadi kurang komunikatif dan tidak maksimal untuk diterapkan.
KESIMPULAN
Model keseluruhan tentang etika profesi yang terdiri independensi, integritas, objektivitas, standart umum, prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, tanggung jawab dan praktek lain terbukti tidak mempengaruhi yang signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor.
Hasil pengujian pengaruh parsial menunjukkan bahwa memang secara keseluruhan etika profesi tidak terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor terutama pada KAP di Surabaya.

SUMBER :

Kamis, 20 November 2014

TUGAS 9 PERKEMBANGAN STANDAR ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Pengertian Etika Profesi Akuntansi

Secara sederhana,  Akuntansi dapat dikatakan sebagai bahasa bisnis atau dalam istilah asingnya disebut "Language of Business". Seorang Wirausaha/ Pebisnis perlu mengenal "Language of Business" ini untuk dapat mengukur sejauh mana pencapaian tujuan dari usaha yang telah dilakukannya. Untuk dapat menciptakan "Languange of Business" yang berkualitas bagi kliennya, seorang profesional di bidang Akuntansi dituntut untuk memiliki Etika Profesi Akuntansi dan memahami kode etik-nya.
Etika profesi berbeda dengan kode etik profesi. Etika profesi lebih menekankan pada komitmen moral dalam menjalankan aturan-aturan sehubungan dengan pengembangan profesi tersebut (Profesi dokter, akuntan, pengacara, konsultan, dll). Karena itu setiap profesional dibidang profesi apapun dituntut untuk memiliki etika profesi agar terarah dan tidak cacat moral/mengancam nama baik profesinya tersebut. Sedangkan kode etik profesi merupakannya isi dari aturan-aturannya terkait di bidang profesinya itu. Sehingga seorang profesional tidak boleh bekerja tanpa komitmen untuk mengikuti kode etik (aturan) profesinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Etika Profesi Akuntansi adalah berupa komitmen moral untuk tunduk, patuh, taat pada aturan-aturan yang berlaku dalam Akuntansi.
Sejarah Perkembangan EPA

1. Masa Pra Kemerdekaan. 

Dalam Sejarah, Indonesia pertama kali mengenal Akuntansi pada masa penjajahan, bukan pada masa kerajaan. Namun yang dipelajari oleh bangsa Indonesia saat itu ialah ilmu tata buku (bookkepper) yang hanya sekedar mencatat administrasi bisnis tanpa memperhatikan keperluan pelaporan, pengawasan  dan analisa. Di dalam buku setengah abad profesi akuntansi yang ditulis oleh Theodorus M Tuanakotta ditemukan ada 6 (enam)  Kantor Akuntan Belanda yang pada masa penjajahan beroperasi di Indonesia. Kantor Akuntan Belanda itu seperti; (1) Frese & Hogeweg, (2) H.J. Voorns, (3) E.F. Jahn, (4) H. Grevers, (5) J.P Van Marle, (6) Mej G. Segall yang tepatnya beroperasi di Indonesia pada tahun 1918 s.d 1941 di Jakarta, Bandung, Palembang, Semarang, Surabaya, Malang dan Medan. Pada masa ini tentu saja tidak ditemukan seorang Akuntan asal Indonesia apalagi mengenai EPA, tetapi setidaknya Indonesia telah mengenal istilah Akuntansi atau lebih tepatnya Tata Buku "Bookkeeper". Singkatnya bangsa Indonesia belum memiliki peluang memimpin praktek akuntan di tanah air, namun secara individu telah menyiapkan dirinya dengan mengikuti pendidikan akuntan yang ada.

2. Masa Kemerdekaan

2.1 Orde Lama 

Indonesia Merdeka. Namun profesional akuntansi di tanah air saat itu masih sangat minim. Hal itu terjadi karena minimnya perhatian dari pemerintah terhadap Akuntansi mengingat Indonesia saat itu ditimpa segudang masalah politik- ekonomi pasca menyatakan dirinya merdeka. Presiden Ir. Soekarno yang anti-kapitalis membuat pelaku bisnis hengkang dari Indonesia yang juga berdampak ikut hengkangnya para profesional akuntansi asing. Puncak masalahnya adalah saat Indonesia mengalami inflasi 650% menjelang akhir masa pimpinan Presiden Ir. Soekarno yang juga adalah sang proklamator RI. Tidak adanya investasi/ pendanaan yang masuk ditambah dengan minimnya tenaga ahli dalam akuntansi membuat Indonesia lamban dalam hal membangun ekonominya. Padahal saat itu juga pemerintah sedang menasionalisasikan perusahaan - perusahaan eks-belanda yang ada di tanah air.

Sejarah mencatat, setidaknya pada masa orde lama ada beberapa hal penting mengenai perubahan dalam bidang pendidikan akuntansi seperti pemakaian istilah Accounting (Amerika) dan Accountancy (Inggris) menggantikan istilah Bookkeeper (yang diajarkan Belanda) dan juga persyaratan menjadi akuntan yang semula harus menyelesaikan doktorandus ekonomi perusahaan kemudian diharuskan mengambil mata kuliah tambahan seperti auditing, akunting sistem, dan hukum perpajakan.

Kemudian sejarah lahirnya Profesi Akuntan asli Indonesia juga dimulai pada orde lama ini dengan membentuk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Awalnya, pada 17 Oktober 1957,  Prof R Soemardjo bersama 4 alumnus pertama FEUI yaitu Drs. Basuki Siddharta, Drs Hendra Darmawan, Drs Tan Tong Joe, dan Drs Go Tie Siem memprakarsai dibentuknya suatu organisasi akuntan Indonesia. Akhirnya suatu organisasi tersebut diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia yang secara resmi dibentuk pada 23 Desember 1957 beranggotakan 11 akuntan yang ada saat itu, dan kemudian disahkan oleh Menteri Kehakiman RI pada 24 Maret 1959.  Dimana setelah hampir 1 dasawarsa berdirinya IAI, Indonesia memiliki 12 Kantor Akuntan pada awal tahun 1967. Selanjutnya di organisasi akuntan Indonesia inilah Etika Profesi Akuntansi dan Kode Etiknya dibuat bekerja sama dengan pemerintah.

2..2 Orde Baru

Indonesia pada masa dibawah pimpinan presiden Soeharto menganut sistem perekonomian terbuka. Terbitnya Undang-Undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan  Penanaman Modal Dalam Negeri  (PMDN) menandai era baru pembangunan ekonomi bangsa Indonesia dimulai. Sebagai konsekuensi dari perekonomian terbuka, Indonesia banyak kedatangan investasi asing/pendanaan yang masuk dari  dunia Internasional. Hal ini tentu saja berdampak pada kebutuhan akan jasa profesional Akuntansi. Dan Indonesia kembali kedatangan banyak Akuntan Asing. Untuk mengatasinya dibuatlah skema joint partnership oleh pemerintah antara profesional akuntansi asing dengan profesional akuntansi Indonesia untuk mendirikan Kantor Akuntan Gabungan. Pada November 1967 berdirilah Joint Partnership pertama di Indonesia dengan nama Kantor Akuntan Arthur Young (Amerika) & Santoso Hartokusumo. Joint Partnership berikutnya pada Mei 1968 dengan nama Kantor Akuntan Velayo (Filipina) & Utomo.

Kemudian Pemerintah menyusun Etika Profesi Akuntansi ("EPA") dan Kode Etik Kantor Akuntan Gabungan tersebut dimana;
1. Tidak boleh mengaudit perusahaan negara (sekarang disebut BUMN) karena Audit atas perusahaan negara merupakan wewenang Direktorat Akuntan Negara (DAN).
2. Tidak diperkenankan meminta fasilitas penanaman modal asing (PMA).
3. Akuntan asing yang masuk ke Indonesia harus memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 34 Tahun 1954. (isinya dimana merupakan etika dimana seseorang yang menyebut dirinya akuntan harus memenuhi persyaratan pendidikan akuntan untuk melindungi kepentingan klien/pemberi kerja).
4. Akan membantu memajukan profesi akuntansi di Indonesia.

Dalam penerapannya, "EPA" maupun kode etik yang telah disusun diatas banyak diabaikan. Banyak yang membuka praktek "akuntansi" padahal tidak bersertifikasi, hal tersebut melanggar UU No. 34 Tahun 1954. Kemudian, dapat dilihat secara jelas bagaimana Pertamina yang menerima bantuan dana dari Bank Dunia juga diaudit/ ditangani oleh Kantor Akuntan Asing. Sampai puncaknya pada tahun 1997 ketika krisis moneter melanda kawasan Asia, dimana Indonesia mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan meminta bantuan IMF yang kemudian IMF meminta kepada "the big six" (istilah kap terbesar di dunia) untuk melakukan "due diligence" terhadap dunia perbankan yang kemudian terungkap adanya masalah struktural perbankan di tanah air (namun sampai saat ini masih belum terungkap jelas).

Akhirnya, Krisis Nasional pun terjadi, Presiden Soeharto diminta turun dari jabatannya oleh rakyat Indonesia. Kegagalannya memimpin Indonesia selama beberapa dekade ditandai dengan ia menyisakan hutang negara yang besar.

2.3. Orde Setelah Orde Baru

Pada masa ini, Indonesia dipimpin oleh Presiden B. J. Habibie, Gusdur, Megawati Soekarnoputri, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ("SBY") sampai dengan saat ini. Ada 2 hal besar yang dihadapi pemerintah pasca-Soeharto, yang berdampak pada profesi Akuntansi di orde setelah orde baru ini adalah;
1. Membangun kembali perekonomian pasca krisis keuangan 1997/1998
2. Upaya menangani kasus korupsi dan memberantas korupsi yang masih terjadi

Di Indonesia, Etika Profesi Akuntansi ("EPA") dewasa ini khususnya kode etik Akuntan Publik dituangkan kedalam SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) berdasarkan keputusan DepKeu melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no 17 Tahun 2008 yang isinya mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas dari kliennya berdasarkan SPAP.SPAP sendiri merupakan terjemahan dari International Federations of Accountans. EPA/SPAP menjadi sangat vital dikarenakan profesional di bidang akuntansi memiliki tanggung jawab yang luas, tidak hanya kepada klien atau pemberi kerja tetapi juga kepada publik atau pihak ketiga yang berkepentingan (seperti supplier, pegawai, pemerintah, creditor, dan konsumen).

Pelanggaran terhadap SPAP tentunya akan dikenakan sanksi yang tegas seperti Pembekuan Izin Usaha sampai dengan Pencabutan Izin Usaha. Hal ini dimaksudkan supaya kepercayaan publik terhadap pengendalian profesi akuntansi terjaga dengan baik.

SUMBER :

http://andreaszacharia.blogspot.com/2013/10/sejarah-perkembangan-etika-profesi.html

TUGAS 8 PEREKMBANGAN STANDAR AUDIT

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang merupakan pedoman bagi pekerjaan auditor di Indonesia merupakan hasil pengembangan berkelanjutan yang telah dimulai sejak tahun 1973. Pada tahap awal perkembangannya, standar ini disusun olehsuatu komite dalam organisasi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang diberi nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan. Standar yangdihasilkan oleh komite tersebut diberi nama Norma Pemeriksaan Akuntan. Sebagaimana tercermin dari nama yang diberikan, standar yang dikembangkan pada saat itu lebih berfokus ke jasa audit atas laporan keuangan historis. Perubahan pesat yang terjadi di lingkungan bisnis di awal dekade tahun sembilan puluhan kemudian menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan mutu jasa audit atas laporan keuangan historis, jasa atestasi, serta jasa akuntansi dan review. Disamping itu, tuntutan kebutuhan untuk menjadikan organisasi profesi akuntan publik lebih mandiri dalam mengelola mutu jasa yang dihasilkan bagi masyarakat juga terus meningkat. Respon profesi akuntan publik terhadap berbagai tuntutan tersebut diwujudkan dalam dua keputusan penting yang dibuat oleh IAI pada pertengahan tahun 1994, yaitu :
1.      perubahan nama dari Komite Norma Pemeriksaan Akuntan ke Dewan Standar Profesional Akuntan Publik,
2.      perubahan nama standar yang dihasilkan dari Norma Pemeriksaan Akuntan ke Standar Profesional Akuntan PublikPenerbitan SPAP per 1 Agustus 1994 seiring dengan perubahan nama standar dari Norma Pemeriksaan Akuntan ke Standar Profesional Akuntan Publik sumber acuan utamanya adalah dari American Institute of Certified Public Accountant Professional Standards(AICPA Professional Standards).
Untuk merespon kebutuhan profesi akuntan publik seiring pertumbuhan ekonomi dan bisnis di Indonesia serta perubahan-perubahan radikal yang terjadi di lingkungan bisnis, dalam kurun waktu 1994-1997 Dewan SPAP telah menerbitkan berbagaistandar. Selanjutnya, dalam kurun waktu 1997-2000 Dewan SPAP juga menerbitkan berbagai interpretasi standar untuk meresponkebutuhan profesi akuntan publik dalam menghadapi krisis ekonomi dan bisnis yang saat itu dialami oleh Indonesia. Dari pengalaman masa lalu dan antisipasi tren perubahan pasca krisis ekonomi Indonesia serta memperhatikan perubahan pesatyang terjadi di AICPA Professional Standards sebagai sumber acuan SPAP, Dewan SPAP selama tahun 1999 melakukan perombakan besar atas SPAP per 1 Agustus 1994 dan menerbitkannya dalam buku yang diberi judul Standar Profesional AkuntanPublik per 1 Januari 2001
Standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis. Desan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP) bertanggung jawab untuk mengeluarkan pernyataan mengenai permasalahan audit bagi semua entitas. Pernyataan DSPAP itu disebut Pernyataan Standar Audit (PSA).
Standar audit telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut akuntan Publik Indonesia (IAPI) terdiri atas sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :
1.      Standar Umum
a.       Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti dan memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai auditor.
b.      Auditor harus mempertahankan sikap mental yang independen dalam semua hal yang berhubungan dengan audit.
c.       Auditor harus menerapkan kemahiran professional dalam melaksanakan audit dan menyusun laporan.
2.      Standar Pekerjaan Lapangan
a.       Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan mengawasi semua asisten sebagaimana mestinya.
b.      Auditor harus mempunyai pemahaman yang cukup mengenai entitas serta lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menilai resiko salah saji yang signifikan dalam laporan keuangan karena kesalahan atau kecurangan, dan untuk merancang sifat, waktu, serta luas prosedur audit selanjutnya.
c.       Auditor harus memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan melakukan prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan pendapat yang menyangkut laporan keuangan yang diaudit.
3.      Standar Pelaporan
a.       Auditor harus menyatakan dalam laporan auditor apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai prinsip-prinsip-prinsip yang berlaku umum.
b.      Auditor harus mengidentifikasi dalam laporan auditor mengenai keadaan dimana prinsip-prinsip tersebut tidak secara konsisten diikuti selama periode berjalan jika dikaitkan dengan periode sebelumnya.
c.       Auditor harus menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan, secara keseluruhan, atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak bisa diberikan dalam laporan auditor. Jika tidak dapat menyatakan suatu pendapat secara keseluruhan, maka auditor harus menyatakan alasan-alasan yang mendasari dalam laporan auditor.
SUMBER :

Selasa, 04 November 2014

TUGAS 7 ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Kode Etik Akuntan Publik
Kode etik IAPI memberikan standar umum atas perilaku yang ideal dan ketetapan peraturan yang spesifik yang mengatur perilaku. Saat ini IAPI sedang mengadopsi Kode Etik bagi Para Akuntan Profesional dari IFAC (IFAC Code of Ethics for Professional Accountants). Kode etik tersebut akan segera di terapkan pada seluruh anggota UPI.
Kode etik tersebut terdiri dari tiga bagian, ditambah sebuah bagian yang berisi definisi-definisi penting, yang meliputi bagian-bagian sebagai berikut.
·         Bagian A : Penerapan Umum atas Kode Etik
·         Bagian B : Anggota dalam Praktik Publik
·         Bagian C : Anggota dalam Bisnis.
Bagian A mengidentifikasi tanggung jawab bertindak untuk kepentingan publik sebagai unsur pembeda dalam profesi akuntansi. Bagian A Pasal 100 mendefinisikan kepentingan publik sebagai “kesejahteraan kolektif komunitas masyarakat dan lembaga-lembaga yang dilayani oleh anggota”. Komunitas ini terdiri dari para klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, karyawan, investor, komunitas bisnis dan keuangan, serta lainnya yang mengandalkan objektivitas dan integritas dari para anggota untuk membantu dalam menjaga fungsi perdagangan agar berjalan teratur.
Bagian A juga menetapkan mengenai prinsip-prinsip dasar etika profesional bagi para anggota, serta memberikan kerangka konseptual untuk menerapkan pinsip-prinsip tersebut. Bagian B dan C menggambarkan bagaimana kerangka konseptual tersebut diterapkan untuk mengidentifikasi dan mengatasi ancaman dalam situasi-situasi tertentu.
Dua faktor penting yang berpengaruh bagi profesi akuntan publik di Indonesia adalah Kode Etik IAPI dan Kementrian Keuangan dan Bapepam-LK.
Prinsip-Prinsip Dasar Etika Profesional
Kelima prinsip etika dalam Bagian A kode etik profesional dimaksudkan untuk diterapkan pada seluruh anggota dan bukan hanya mereka yang melakukan praktik publik. Kelima prinsip yang harus diterapkan auditor adalah sebagai berikut.
1.      Integritas.Para auditor harus terus terang dan jujur serta melakukan praktik secara adil dan sebenar-benarnya dalam hubungan profesional mereka.
2.      Objektivitas.Para auditor harus tidak berkompromi dalam memberikan pertimbangan profesionalnya karena adanya bias, konflik kepentingan atau karena adanya pengaruh dari orang lain yang tidak semestinya. Hal ini mengharuskan auditor untuk menjaga perilaku yang netral ketika menjalankan audit, menginterpretasikan bukti audit dan melaporkan laporan keuangan yang merupakan hasil dari penelaahan yang mereka lakukan.
3.      Kompetensi profesional dan kecermatanAuditor harus menjaga pengetahuan dan keterampilan profesional mereka dalam tingkat yang cukup tinggi, dan tekun dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka ketika memberikan jasa profesional. Sehingga, para auditor harus menahan diri dari memberikan jasa yang mereka tidak memiliki kompetensi dalam menjalankan tugas tersebut, dan harus menjalankan tugas profesional mereka sesuai dengan seluruh standar teknis dan profesi.
4.      Kerahasiaan.Para auditor harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama tugas profesional maupun hubungan dengan klien. Para auditor tidak boleh menggunakan informasi yang sifatnya rahasia dari hubungan profesional mereka, baik untuk kepentingan pribadi maupun demi kepentingan pihak lain. Para auditor tidak boleh mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia kepada pihak lain tanpa seizin klien mereka, kecuali jika ada kewajiban hukum yang mengharuskan mereka mengungkapkan informasi tersebut.
5.      Perilaku Profesional.Para auditor harus menahan diri dari setiap perilaku yang akan mendiskreditkan profesi mereka, termasuk melakukan kelalaian. Mereka tidak boleh membesar-besarkan kualifikasi atau pun kemampuan mereka, dan tidak boleh membuat perbandingan yang melecehkan atau tidak berdasar terhadap pesaing.
Prinsip-Prinsip Umum
Kode Etik Akuntan Profesional (The Code of Ethics for Profesional Accountants) mengadopsi prinsip-prinsip umum, karena tidak mungkin untuk mengantisipasi setiap kemungkinan situasi yang akan menimbulkan masalah etika bagi akuntan profesional. Dengan demikian, prinsip-prinsip umum ini akan memberikan dasar untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengatasi ancaman terhadap prinsip-prinsip utama.
Ancaman. Umumnya, ancaman muncul akibat dari salah satu sebab berikut.
·         Kepentingan pribadi—ketika kepentingan keuangan dari auditor atau kerabatnya terlibat.
·         Penelaahan pribadi—ketika seorang auditor menelaah suatu situasi yang merupakan konsekuensi penilaian sebelumnya atau nasihat dari auditor atau perusahaan tempat sang auditor bekerja.
·         Advokasi—ketika auditor mendukung suatu posisi atau opini yang mengakibatkan berkurangnya objektivitas auditor tersebut.
·         Kesepahaman—ketika seorang auditor menjadi sangat perhatian terhadap kepentingan pihak lain disebabkan karena hubungan dekat dengan pihak tersebut.
·         Intimidasi—ketika tindakan yang akan dilakukan auditor dapat dinegosiasikan dengan menggunakan ancaman nyata ataupun ancaman palsu.
Pengamanan. Kode etik mengidentifikasikan dua kategori pengamanan yang mampu mengurangi ancaman sampai pada tingkat yang dapat diterima. Berikut ini adalah hal-hal yang terkait dengan pengamanan.
·         Profesi, legislasi, dan regulasi—mencakup pendidikan, pelatihan dan ketentuan pendidikan profesional berkelanjutan, peraturan tata kelola perusahaan, standar profesi, pengawasan hukum atau profesi dan penegakan hukum.
·         Lingkungan kerja—sangat bergantung pada kultur dan proses yang diterapkan pada kantor akuntan publik tersebut. Hal ini dibahas dalam Kode Etik Bagian B dan C.
Resolusi Konflik. Kode etik mendukung proses penyelesaian konflik etika yang konsisten dengan pendekatan enam langkah untuk mengatasi masalah dilema etika yang telah diidentifikasikan sebelumnya di bab ini. Kode etik ini menyarankan dilakukannya langkah-langkah berikut sebagai bagian dari proses penyelesaian masalah etika.
1.      Fakta-fakta terkait (langkah 1).
2.      Masalah etika yang terkait (langkah 2).
3.      Prinsip-prinsip umum yang terkait dengan masalah yang dipertanyakan, termasuk identifikasi ancaman terhadap prinsip-prinsip tersebut (langkah 1,2,3).
4.      Melakukan prosedur internal yang mencerminkan pengamanan terhadap ancaman yang telah diidentifikasikan (langkah 1,2,3).
5.      Alternatif tindakan yang dilakukan (langkah 4,5).
Panduan Khusus dalam Kode Etik Profesi
Kode Etik Bagian B dan C menyatakan secara jelas aturan yang harus  dipatuhi oleh setiap akuntan publik dalam memberikan jasa akuntansi publik. Karena Pasal Aturan Perilaku tersebut merupakan satu-satunya bagian dalam kode etik yang dapat diterapkan, sehingga pasal ini dapat disajikan dalam bahasa yang lebih tepat dan terperinci dibandingkan dengan pasal lainnya dalam kode etik ini.
Perbedaan antara standar perilaku yang ditetapkan oleh prinsip-prinsip etika dan standar perilaku yang digambarkan secara lebih nyata dalam contoh dan panduan yang terdapat dalam Bagian Bdan C dari Kode Etik ditunjukkan dalam Figur3-3. Ketika praktisi berperilaku dalam standar minimal sepertipada Figur 3-3, tidak berarti perilaku praktisi tersebut tidak memuaskan. Hal ini dikarenakan adanya asumsi bahwa profesi telah menetapkan standar perilaku yang cukup tinggiseperti yang termasuk dalam Bagian B danC kode etik, untuk menjamin bahwa perilaku minimum tersebut sudah memuaskan.
Adapun perbedaan antara tingkat perilaku minimum dan tingkat perilaku ideal memberikan lingkup penelaahan lebih lanjut. Untuk mengurangi kesenjangan ini membutuhkan biaya yang mungkin akan mengurangi nilai jasa profesional yang diberikan. Hal ini menimbulkan banyak perdebatan terkait dengan independensi auditor dan persyaratan diberikan jasa non-audit oleh auditor. Masalah-masalah penting ini akan dibahas lebih lanjut dalam bab ini.
Berikut muatan Kode Etik Bagian B dan C yang berisi sembilan pasal utama.
·         210            Penunjukkan Profesional
·         220            Konflik Profesional
·         230            Second Opinion
·         240            Imbalan Jasa Audit dan Jenis-Jenis Imbal Jasa Lainnya
·         250            Pemasaran Jasa Profesional
·         260            Hadiah dan Fasilitas
·         270            Perlindungan Aset Klien
·         280            Objektivitas—Semua Jasa yang Diberikan
·         290            Independensi—Kontrak kerja Audit
Kesemua hal di atas sangat penting bagi auditor dan hampir semuanya memiliki implikasi, atau secara langsung memengaruhi, independensi. Pasal 290 memberikan penekanan khusus pada masalah krusial ini. Pasal 290 terdiri dari bagian-bagian berikut.
1.      290.1 – 34 memberikan kerangka independensi bagi kontrak kerja audit.
2.      290.100 – dan berikutnya, memberikan panduan penerapan atas kerangka independensi untuk situasi-situasi tertentu.
3.      Interpretasi Pasal 290 diterbitkan untuk membahas masalah-masalah teknis tertentu beserta interpretasi atas Kode Etik tersebut.
4.      Lampiran Pasal 290 menyajikan pernyataan independensi auditor. 

SUMBER :
http://keuanganlsm.com/pentingnya-kode-etik-bagi-profesi-akuntansi/#sthash.QsdjSaEm.dpuf

TUGAS 6 ETIKA PROFESI AKUNTANSI

ATURAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI DAN PRINSIP ETIKA PROFESI AKUNTANSI MENURUT IKATAN AKUNTANSI INDONESIA (IAI)

Etika Profesional yang mengatur perilaku akuntan yang menjalankan praktik akuntan public di Indonesia. Pada tahun 1998, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) merumuskan etika profesional baru yang diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia. Etika profesional baru ini berbeda dengan etika profesional yang berlaku dalam tahun- tahun sebelumnya. Kode etik IAI ini dikembangkan dengan struktur baru. Kompartemen yang dibentuk dalam organisasi IAI terdiri dari 4 macam yaitu Kompartemen Akuntan Publik; Kompartemen Akuntan Manajemen; Kompartemen Akuntan Pendidik; Kompartemen Akuntan Sektor Publik. Masing- masing kompartemen digunakan untuk mengorganisasi anggota IAI yang berprofesi sebagai Akuntan Publik, Manajemen, Pendidik, serta Akuntan Sektor Publik. Sebagai induk organisasi, IAI merumuskan Prinsip Etika yang berlaku umum untuk semua anggota IAI. Untuk profesi Akuntan Publik, Kompartemen Akuntan Publik menerbitkan Aturan Etika untuk kompartemen Akuntan Publik. Aturan Etika tersebut kemudian dijabarkan dalam Interprestasi Aturan Etika oleh Pengurus Kompartemen Akuntan Publik.

KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA

Etika profesional dikeluarkan oleh organisasi profesi untuk mengatur perilaku anggotanya dalam menjalankan praktik profesinya bagi masyarakat. Dalam kongresnya tahun 1973, IAI untuk pertama kalinya menetapkan Kode Etik bagi profesi Akuntan di Indonesia. Pembahasan mengenai kode etik IAI ditetapkan dalam Kongres VIII tahun 1998.
Dalam kode etik yang berlaku sejak tahun 1998, IAI menetapkan delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI dan seluruh kompartemennya. Setiap kompartemen menjabarkan 8 (delapan) Prinsip Etika ke dalam Aturan Etika yang berlaku secara khusus bagi anggota IAI. Setiap anggota IAI, khususnya untuk Kompartemen Akuntansi Sektor Publik harus mematuhi delapan Prinsip Etika dalam Kode Etika IAI beserta Aturan Etikanya.

RERANGKA KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA

Kode Etik IAI dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Prinsip Etika
Berikut ini dicantumkan Prinsip Etika Profesi Akuntan Indonesia yang diputuskan dalam Kongres VIII tahun 1998.

PRINSIP ETIKA PROFESI
IKATAN AKUNTANSI INDONESIA

Mukadimah

01. Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan.

02. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik IAI menyatakan pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi.

Prinsip Kesatu: Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setipa anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegitan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.

Prinsip Kedua: Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, mengormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.

Prinsip Ketiga: Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

Prinsip Keempat: Objektivitas
Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
Setiap anggota harus menjaga objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajban profesionalnya.

Prinsip Kelima: Kompetensi dan Kehati- hatian Profesional
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keandalan atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 fase yang terpisah:
1. Pencapaian Kompetensi Profesional.
Pencapaian ini pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subjek- subjek yang relevan. Hal ini menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
2. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen, pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, serta anggotanya harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten.

Sedangkan kehati- hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesinya dengan kompetensi dan ketekunan.

Prinsip Keenam: Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selam melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staff di bawah pengawasannya dan orang- orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.

Prinsip Ketujuh: Perilaku Profesional
01. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh amggota sebgai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staff, pemberi kerja dan masyarakat umum.

Prinsip Kedelapan : Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar professional yang relevan. 
01. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh IAI, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang- undangan yang relevan.


ATURAN ETIKA KOMPARTEMEN AKUNTAN PUBLIK

Dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik ini digunakan singkatan KAP dengan dua makna: (1) Kompartemen Akuntan Publik, dan (2) Kantor Akuntan Publik. KAP yang bermakna Kompartemen Akuntan Publik selalu ditulis IAI- KAP, yang berarti Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik. KAP yang bermakna Kantor Akuntan Publik ditulis tanpa didahului dengan IAI.

ATURAN ETIKA KOMPARTEMEN AKUNTAN PUBLIK

Keterterapan (Appicability)
Aturan etika ini harus diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia- Kompartemen Akuntan Publik (IAI- KAP) dan staf professional (baik yang anggota IAI-KAP maupun bukan anggota IAI-KAP (yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP). Rekan pimpinan KAP bertanggung jawab atas ditaatinya aturan etika oleh anggota KAP.

Dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik terdiri dari:

100. Independensi, Integritas, dan Objektivitas

101. Independensi
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa professional sebagaimana diatur dalam standar professional akuntan public yang ditetapkan oleh IAI.
102. Integritas dan Objektivitas
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas , harus bebas dari benturan kepentingan dan tidak boleh membiarkan factor salah saji material.

00. Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
201. Standar Umum 
a. Kompetensi Profesional
b. Kecermatan dan keseksamaan professional
c. Perencanaan dan supervise
d. Data relevan yang memadai.

202. Kepatuhan terhadap Standar
Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultasi manajemen, perpajakan, atau jasa professional lainnya wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI.

203. Prinsip- prinsip Akuntansi
Anggota KAP tidak diperkenankan :
(1) Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau dan keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau 
(2) Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.

300. Tanggung Jawab Kepada Klien

301. Informasi Klien yang Rahasia
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia tanpa persetujuan dari klien. 

302. Fee Profesional
a. Besaran Fee
Besarnya fee anggota dapat bervariasi tergantung antara lain: risiko, penugasan, komplektisitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan professional lainnya. Setiap anggota tidak diperkenankan untuk menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.
b. Fee Kontijen 
merupakan fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa professional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu di mana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut.

400. Tanggung Jawab kepada Rekan Seprofesi

401. Tanggung Jawab kepada Rekan Seprofesi
Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.

402. Komunikasi AntarAkuntan Publik
Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan public pendahulu bila akan mengadakan perikatan audit menggantikan akuntan public pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan public dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.



403. Perikatan Atestasi
Akuntan Publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dahulu ditunjuk oleh klien.


500. Tanggung Jawab dan Praktik Lain

501. Perbuatan dan Perkataan yang Mendiskreditkan
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/ atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.

502. Iklan, Promosi, dan Kegiatan Pemasaran Lainnya
Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.

503. Komisi, dan Fee Referal
a. Komisi
merupakan imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang kepada atau diterima dari klien/pihak lain untuk memperoleh perikatan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila dapat mengurangi independensi.
b. Fee Referal (Rujukan)
Merupakan imbalan yang dibayarkan/ diterima kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Hanya diperkenankan bagi sesama profesi.

504. Bentuk Organisasi dan KAP

Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisai yang diizinkan oleh peraturan perundang- undangan yang berlaku dan/atau tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.

SUMBER :
http://kodeetikiai.blogspot.com/