Orang yang paling berharga dalam hidup aku selain orang tua adalah Nenek dan Kakekku..
baik itu nenek & kakek dari mamah atau nenek & kakek dari bapak. Mereka sangat berperan aktif dalam hidupku.
Pertama-tama aku akan membahas nenek & kakek dari mamah terlebih dahulu, dan aku memanggil panggilan mereka Nyai & kakek.
Nyai itu yang merawat aku dari waktu aku bayi sampai aku umur 2.5thn. Karna nyai meninggal diwaktu aku umur segitu jadi aku juga belum tau gimana rasanya aku memeluk, mencium, mengobrol dan lain sebagainya. Sedih sih sebenernya karna aku belum pernah bertatap muka langsung dengannya, selama ini aku hanya bisa melihatnya melalui foto aja. Tapi seenggaknya aku bersyukur karna pernah dirawat dengan beliau walaupun cuma sebentar. :)
Selanjutya kakek, kakek adalah orang yang menjaga aku dirumah kalau mamah-bapak sedang bekerja. Jadi setiap harinya dirumah aku hanya berdua dengan beliau. Bahkan kakek merupakan temen yang bisa diajak sekongkol kalau aku ingin melakukan sesuatu yang tanpa sepengetahuan mamah-bapak aku. :D
Seperti misalnya kalau siang mamah/bapak suka telfon kerumah kakek buat tanya keadaan aku, kakek bilangnya kalo aku sedang tidur tapi sebenernya aku lagi main. :P dan masih banyak lagi sekongkollan yang lain dilakukan aku sama kakek.
Selanjutnya yang kedua Nenek & Kakek dari bapak, dan aku memanggil mereka dengan panggilan Nyai & Atuk.
Kalau Nyai itu merupakan orang yang suka aku mintain duit kalo aku ingin jajan, karna uang jajan aku udah abis jadi aku suka minta duit ke beliau kalau aku ingin jajan. Selain itu juga karna rumah Nenek&Kakek dari mamah dan bapak sangat berdekatan jadi aku lebih gampang untuk bolak-baliknya antara rumah kakek&nenek dari mamah dengan rumah kakek&nenek dari bapak. Sehingga itu juga bisa aku jadikan alasan ke mamah-bapak kalau aku lagi males belajar. Misalnya dulu aku kalau abis maghrib udah disuruh belajar sama mamah-bapak tetapi sebelum maghrib aku udah dirumah nenek&kakek dari bapak supaya aku gak disuruh belajar sama mamah-bapak.
Dan yang terakhir adalah Atuk, atuk ini orang yang sangat sayang sama cucunya. Karna aku merupakan cucu pertama dan memang baru mempunyai 1 cucu pada waktu itu. Jadi beliau membelikan aku apapun kalau aku minta. Seperti misalnya waktu ke Cibaduyut aku minta tas sama mamah-bapak tapi gak dikasih dan akhirnya Atuk aku yang membelikan tas yang aku mau itu.
Dilain sisi memang Atuk itu orangnya royal dan gak pernah perhitungan sama siapapun. Bahkan ketika Atuk diberi cucu 1 lagi dari Om aku (Adiknya bapakku) Atuk yang membayar semua biaya rumah sakit persalinannya. Itu membuktikan kalau Atuk itu tidak pernah pilih kasih sama siapapun.
Aku merasa kehilangan banget pada waktu Atuk meninggal, Atuk meninggal pada waktu aku kelas 4SD dan yang bikin aku makin sedih lagi, Atuk meninggal bukan dalam keadaan dia lagi dirumah tapi pada saat dia lagi pulang ke kampung halamannya yang di Poso. Jadi aku gak bisa melihat secara langsung jenazah beliau karna dimakaminnya juga di Poso.
Aku sangat sayang sekali sama mereka, karna mereka merupakan bagian terpenting dalam hidup aku.
Walaupun sekarang aku mempunyai Kakek yang dari mamah tinggal satu-satunya tapi aku sehabis sholat gak pernah melupakan berdoa untuk kakek&nenek yang sudah meninggal.
Jumat, 28 Juni 2013
Selasa, 25 Juni 2013
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Pengertian Sengketa
Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik.
Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau
organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu
– individu atau kelompok – kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan
yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara
satu dngan yang lain.
Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau
lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau
hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya.
Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah
perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang
menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi
salah satu diantara keduanya.
Sengketa dapat di selesaikan dengan berbagai cara dintara nya :
Negosiasi
Pengertian Negosiasi :
- Proses
yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap
dan perilaku orang lain.
- Proses
untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari
pihak-pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan
kepentingan-kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain.
- Negosiasi
adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan
dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi
kepentingan kedua pihak.
Pola Perilaku dalam Negosiasi:
(1) Moving against (pushing): menjelaskan,
menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
(2) Moving with (pulling): memperhatikan,
mengajukan gagasan, menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan
interaksi.
(3) Moving away (with drawing):
menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak
menanggapi pertanyaan.
(4) Not moving (letting be): mengamati,
memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus,
fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
Ketrampilan Negosiasi:
(1) Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian
seperti pihak lain mengamatinya.
(2) Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain
sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah
pendiriannya.
(3) Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri
dengan situasi yang tak pasti dan tuntutan di luar perhitungan.
(4) Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian
rupa sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang
diajukan.
(5) Cepat memahami latar belakang budaya pihak lain
dan berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi
kendala.
Negosiasi dan Hiden Agenda:
Dalam negosiasi tak tertutup kemungkinan masing-masing pihak memiliki hiden agenda.
Hiden agenda adalah gagasan tersembunyi/ niat
terselubung yang tak diungkapkan (tak eksplisit) tetapi justru hakikatnya
merupakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh pihak yang bersangkutan.
Negosiasi dan Gaya Kerja
(1) Cara bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat
dipengaruhi oleh gaya kerjanya.
(2) Kesuksesan bernegosiasi seseorang didukung oleh
kecermatannya dalam memahami gaya kerja dan latar belakang budaya pihak lain.
Fungsi Informasi dan Lobi dalam Negosiasi
(1) Informasi memegang peran sangat penting. Pihak yang lebih
banyak memiliki informasi biasanya berada dalam posisi yang lebih
menguntungkan.
(2) Dampak dari gagasan yang disepakati dan yang akan
ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan lebih dulu.
(3) Jika proses negosiasi terhambat karena adanya hiden
agenda dari salah satu/ kedua pihak, maka lobyingdapat
dipilih untuk menggali hiden agenda yang ada sehingga
negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan yang lebih terbuka.
Pengertian Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau
mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan
yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan
hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada
paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama
proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari
para pihak.
Prosedur Untuk Mediasi
• Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua,
kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan
mediasi.
• Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada
mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
• Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara
supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi
kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
• Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak
pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan
penetapan.
Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
Mediator
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses
perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting
dari mediator adalah :
1.
|
netral
|
|
2.
|
membantu para pihak
|
|
3.
|
tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
|
Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus
atau memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses
mediasi berlangsung kepada para pihak.
Tugas Mediator
1.
|
Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para
pihakuntuk dibahas dan disepakati.
|
|
2.
|
Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam
proses mediasi.
|
|
3.
|
Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan
terpisah selama proses mediasi berlangsung.
|
4.
|
Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali
kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik
bagi para pihak.
|
Daftar Mediator
Demi kenyamanan para pihak dalam menempuh proses mediasi, mereka berhak
untuk memilih mediator yang akan membantu menyelesaikan sengketa.
1.
|
Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan
menyediakan daftar mediator yang sekurang-kurangnya memuat 5(lima) nama dan
disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman dari para mediator.
|
|
2.
|
Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki
sertifikat dalam daftar mediator.
|
|
3.
|
Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada hakim dan bukan
hakim yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang bersangkutan dapat
ditempatkan dalam daftar mediator.
|
|
4.
|
Kalangan bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan
kepada ketua pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada
pengadilan yang bersangkutan
|
|
5.
|
Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan
menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.
|
|
6.
|
Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar
mediator.
|
|
7.
|
Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar
mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain karena mutasi tugas,
berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas
pedoman perilaku.
|
Honorarium Mediator
1.
|
Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.
|
|
2.
|
Uang jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh para pihak
berdasarkan kesepakatan para pihak.
|
Arbitrase
Pengertian Arbitrase
Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin)
yang berarti “kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut
kebijaksanaan”.
1. Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang
atau beberapa oramg arbiter.
2. Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan
secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter
itu sendiri;
3. Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian
perselisihan melalui arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di
bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
4. Asa final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase
bersifat puutusan akhir dan mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya
hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah
disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah
untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai
sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan
adil,Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang
menghambat penyelisihan perselisihan.
Berdasarkan pengertian arbitrase menurut UU Nomor 30 Tahun 1990 diketahui
bahwa.
1. Arbitrase merupakan suatu perjanjian ;
2. Perjajian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis;
3. Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan
sengketa untuk dilaksanakan di luar perdilan umum.
Dalam dunia bisnis,banya pertimbangan yang melandasi para pelaku bisnis
untuk memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian perselisihan yang akan atau
yang dihadapi.Namun demikian,kadangkala pertimbangan mereka berbeda,baik ditinjau
dari segi teoritis maupun segi empiris atau kenyataan dilapangan.
DASAR HUKUM ARBITRASE
Secara singkat sumber Hukum Arbitrase di Indonesia adalah sebagai berikut:
A. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan bahwa “semua peraturan yang
ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.”
Demikian pula halnya dengan HIR yang diundang pada zaman Koloneal Hindia
Belanda masih tetap berlaku, karena hingga saat ini belum diadakan pengantinya
yang baru sesuai dengan Peraturan Peralihan UUD 1945 tersebut.
B. Pasal 377 HIR
Ketentuan mengenai arbitrase dalam HIR tercantum dalam Pasal 377 HIR atau
Pasal 705 RBG yang menyatakan bahwa :
“Jika orang Indonesia atau orang Timur Asing menghendaki perselisihan
mereka diputus oleh juru pisah atau arbitrase maka mereka wajib memenuhi
peraturan pengadilan yang berlaku bagi orang Eropah”. Sebagaimana dijelaskan di
atas, peraturan pengadilan yang berlaku bagi Bangsa Eropah yang dimaksud Pasal
377 HIR ini adalah semua ketentuan tentang Acara Perdata yang diatur dalam RV.
C. Pasal 615 s/d 651 RV
Peraturan mengenai arbitrase dalam RV tercantum dalam Buku ke Tiga Bab
Pertama Pasal 615 s/d 651 RV, yang meliputi :
- Persetujuan arbitrase dan pengangkatan para arbiter (Pasal 615 s/d 623
RV)
- Pemeriksaan di muka arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
- Putusan Arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
- Upaya-upaya terhadap putusan arbitrase (Pasal 641 s/d 674 RV)
- Berakhirnya acara arbitrase (Pasal 648-651 RV)
D. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 /1970
Setelah Indonesia merdeka, ketentuan yang tegas memuat pengaturan lembaga
arbitrase dapat kita temukan dalam memori penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14
tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang
menyatakan “ Penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau
melalui wasit atau arbitrase tetap diperbolehkan”.
E. Pasal 80 UU NO. 14/1985
Satu-satunya undang-undang tentang Mahkamah Agung yang berlaku di Indonesia
yaitu UU No. 14/1985, sama sekali tidak mengatur mengenai arbitrase. Ketentuan
peralihan yang termuat dalam Pasal 80 UU No. 14/1985, menentukan bahwa semua
peraturan pelaksana yang telah ada mengenai Mahkamah Agung, dinyatakan tetap
berlaku sepanjang peraturan tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Mahkamah Agung ini. Dalam hal ini kita perlu merujuk kembali UU No. 1/1950
tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia. UU No.
1/1950 menunjuk Mahkamah Agung sebagai pengadilan yang memutus dalam tingkat
yang kedua atas putusan arbitrase mengenai sengketa yang melibatkan sejumlah
uang lebih dari Rp. 25.000,- (Pasal 15 Jo. Pasal 108 UU No. 1/1950).
F. Pasal 22 ayat (2) dan (3) UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing
Dalam hal ini Pasal 22 ayat (2) UU No. 1/1967 menyatakan:
“Jikalau di antara kedua belah pihak tercapai persetujuan mengenai jumlah,
macam,dan cara pembayaran kompensasi tersebut, maka akan diadakan arbitrase
yang putusannya mengikat kedua belah pihak”.
Pasal 22 ayat (3) UU No. 1/1967 :
“Badan arbitrase terdiri atas tiga orang yang dipilih oleh pemerintah dan
pemilik modal masing-masing satu orang, dan orang ketiga sebagai ketuanya
dipilih bersama-sama oleh pemerintah dan pemilik modal”.
G. UU No. 5/1968
yaitu mengenai persetujuan atas “Konvensi Tentang Penyelesaian Perselisihan
Antara Negara dan Warga Asing Mengenai Penanaman Modal” atau sebagai ratifikasi
atas “International Convention On the Settlement of Investment Disputes
Between States and Nationals of Other States”.
Dengan undang-undang ini dinyatakan bahwa pemerintah mempunyai wewenang
untuk memberikan persetujuan agar suatu perselisihan mengenai penanaman modal
asing diputus oleh International Centre for the Settlement of
Investment Disputes (ICSD) di Washington.
H. Kepres. No. 34/1981
Pemerintah Indonesia telah mengesahkan “Convention On the
Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards” disingkat New
York Convention (1958), yaitu Konvensi Tentang Pengakuan dan Pelaksanaan
Putusan Arbitrase Luar Negeri, yang diadakan pada tanggal 10 Juni 1958 di Nww
York, yang diprakarsaioleh PBB.
I. Peraturan Mahkamah Agung No. 1/1990
Selanjutnya dengan disahkannya Konvensi New York dengan Kepres No. 34/1958
, oleh Mahkamah Agung di keluarkan PERMA No. 1/1990 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, pada tanggal 1 maret 1990 yang berlaku
sejak tanggal di keluarkan.
J. UU No. 30/1999
Sebagai ketentuan yang terbaru yang mengatur lembaga arbitrase, maka
pemerintah mengeluarkan UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, pada tanggal 12 Agustus 1999 yang dimaksudkan untuk mengantikan peraturan mengenai lembaga arbitrase yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan perdagangan internasional. Oleh karena itu ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 615 s/d 651 RV, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 RBG, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian ketentuan hukum acara dari lembaga arbitrase saat ini telah mempergunakan ketentuan yang terdapat dalam UU NO. 30/1999.
pemerintah mengeluarkan UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, pada tanggal 12 Agustus 1999 yang dimaksudkan untuk mengantikan peraturan mengenai lembaga arbitrase yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan perdagangan internasional. Oleh karena itu ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 615 s/d 651 RV, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 RBG, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian ketentuan hukum acara dari lembaga arbitrase saat ini telah mempergunakan ketentuan yang terdapat dalam UU NO. 30/1999.
Sumber:
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
1.
Pengertian
Sebelum
dikeluarkannya undang-undang no.5 tahun 1999, pengaturan mengenai persaingan
usaha tidak sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan
melawan hukum dan Pasal 382 bis KUH Pidana. “Barang siapa untuk mendapatkan,
melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri
atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum
atau seseorang tertentu, diancam karena persaingan curang dengan pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas
ribu lima ratus ribu rupiah”
Dengan
demikian, dari rumusan Pasal 382 bis KUH Pidana terlihat bahwa seseorang dapat
dikenakan sanksi pidana atas tindakan “persaingan curang” dan harus memenuhi
beberapa kriteria, sebagai berikut : a. Adanya tindakan tertentu yang
dikategorikan sebagai persaingan curang b. Perbuatan persaingan curang itu
dilakukan dalam rangka mendapatkan, melangsungkan, dan memperluas hasil dagangan,
atau perusahaan. c. Perusahaan yang diuntungkan karena persaingan curang
tersebut baik perusahaan si pelaku maupun perusahaan lain. d. Perbuatan pidana
persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan khalayak umum atau orang
tertentu. e. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut telah menimbulkan
kerugian bagi konkurennya dari orang lain yang diuntungkan dengan perbuatan si
pelaku.
Undang-Undang
Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat
2.
Undang-undagn Anti Monopoli Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli”
adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan
dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang
Anti Monopoli.
Monopoli
murni adalah bentuk organisasi pasar dimana terdapat perusahaan tunggal yang
menjual komoditi yang tidak mempunyai subtitusi sempurna. Perusahaan itu
sekaligus merupakan industri dan menghadapi kurva permintaan industri yang
memiliki kemiringan negatif untuk komoditi itu.
“Antitrust”
untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah
“dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti
istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu
“kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah
“monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling
dipertukarkan pemakaiannya.
3.
Asas dan Tujuan Dalam melakukan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus
berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan umum dan pelaku usaha. Sementara itu tujuan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 adalah sebagai berikut
·
Menjaga kepentingan umum dan
meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat
·
Mewujudkan iklim usaha yang kondusif
melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya
kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usaha kecil.
·
Mencegah praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha. Terciptanya
efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
4.
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2. Posisi
dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang
berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai,
atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau
permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 ” Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik,
telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta
sepenuhnya
A.
Perjanjian yang Dilarang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
B.
Oligopoli: keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah
sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga
pasar. C. Penetapan harga: dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian, antara lain:
D.
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang
dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar
bersangkutan yang sama
E.
Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang
berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau
jasa yang sama
F.
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga
pasar
G.
Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima
barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa
yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah
dijanjikan.
H.
Pembagian wilayah: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap
barang dan atau jasa.
I.
Pemboikotan: Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang
sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
J.
Kartel: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau
pemasaran suatu barang dan atau jasa.
K.
Trust: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang
lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup
tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
L.
Oligopsoni: Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu
pasar komoditas.
M.
Integrasi vertical: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang
termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana
setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik
dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
N.
Perjanjian tertutup: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau
jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa
tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu
O.
Perjanjian dengan pihak luar negeri: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
5.
Hal-Hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli
Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan,yaitu Pasal 50
A.
Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundangundangan
yang berlaku;
B.
Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi,
paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik
terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
C.
Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak
mengekang dan atau menghalangi persaingan;
D.
Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk
memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada
harga yang telah diperjanjikan;
E.
Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup
masyarakat luas;
F.
Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik
Indonesia; G. Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang
tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; h. pelaku usaha
yang tergolong dalam usaha kecil;
I.
Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal
51 Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta
cabangcabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang
dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
A. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia
yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU menjalankan
tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut Perjanjian yang dilarang, yaitu
melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol
produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan
harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory
pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan
pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Kegiatan
yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui
pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Posisi dominan, pelaku usaha yang
menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar,
menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain. Dalam
pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan
ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain
mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat yaitu:
B. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen
sebagai price taker
C. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen
menentukan pilihan
D. Efisiensi alokasi sumber daya alam
E. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi
tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
F. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen
telah meningkatkan kualitas dan layanannya
G. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas
maupun biaya produksi
H. Membuka pasar
sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
I.
Menciptakan inovasi dalam perusahaan
J.
Sanksi
Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah
perangkat hukum yang
diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.
Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda
pemberitahuan kepada konsumen.
Perangkat Hukum Indonesia
Perangkat Hukum Indonesia
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya
adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan
atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta
mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan
atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
·
Undang Undang
Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 ,
dan Pasal 33.
·
Undang
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No.
3821
·
Undang
Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Usaha Tidak Sehat.
·
Undang
Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
·
Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen
·
Surat Edaran
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan
pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
·
Surat Edaran
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang
Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
apakah sesuai dengan hak sebagai konsumen yang
sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang no. 8 Tahun 1999 tantang
Perlindungan Konsumen atau tidak? Seperti apakah isi Hak konsumen
dalam Undang-undang no. 8 Tahun 1999 tantang Perlindungan
Konsumen itu? Rincian serta Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Produk yang dibutuhkan Konsumen haruslah aman.
Jika kita melalaikan ini, maka produk yang kita beli
bisa jadi mudah rusak dan bahkan akan memberikan keburukan atau mencelakakan
kita, contohnya Anda bisa melihat gambar di bawah ini:
Produk Velg yang tidak memenuhi syarat SNI (Standart
Nasional Indonesia) seperti gambar di atas akan bisa membuat kita celaka.
Kemungkinan terburuknya adalah saat kita mengendarai sepeda motor, bisa jadi
akan rusak saat perjalanan. Nah, ini tentu akan membahayakan kita, bahkan orang
lain juga. Ini bisa saja terjadi saat kita lalai dalam memilih produk yang
tidak aman dan tidak memenuhi SNI. Harusnya kita bisa menjadi Konsumen Cerdas
Paham Perlindungan Konsumen.
2. Mendapatkan informasi yang relevan atau sesuai terhadap produk yang
dipakai oleh Konsumen.
Dalam pembelian produk maka kita sebagai Konsumen
berhak untuk mendapatkan hak berupa data atau informasi tentang produk yang
akan kita beli. Tentu data informasi ini harus yang relevan dengan produk
tersebut. Contoh: Sebagaimana gambar di atas berupa velg. Jika Barangnya berupa
Velg, maka data yang bukan kita butuhkan adalah siapa saja yang sudah menggunakan
velg ini? Kalau artis yang sudah menggunakannya, siapa saja, namanya siapa,
artis dari mana saja, rumahnya dimana, dan lain sebagainya. Bukan data
informasi seperti ini yang kita butuhkan. Tetapi, data informasi yang
betul-betul kita butuhkan adalah buatan tahun berapa, dibuat dari negara mana,
dibuat oleh perusahaan apa, dan apakah sudah memenuhi standart SNI atau belum.
3. Memiliki hak untuk berbicara dan didengar tentang
produk yang akan dibeli oleh Konsumen.
Saat Konsumen akan membeli produk,
maka Konsumen berhak untuk bertanya tentang produk yang akan dibeli. Dan
juga berhak untuk mendengarkan jawaban yang tepat tentang produk yang
ditanyakan. Ini penting agar konsumen betul-betul terpuaskan tentang informasi
tentang produk yang akan dibeli. Sehingga produk yang dibeli Konsumen
betul-betul berkualitas.
4. Memilih produk yang akan dibeli Konsumen.
Hak lain yang harus didapatkan oleh konsumen atau
pembeli adalah memilih. Memilah dan memilih produk memang sangatlah penting
untuk konsumen agar produk yang dibeli betul-betul berkualitas. Jika konsumen
hanya membeli tanpa memilah dan memilih sesuai standart dan ketentuan yang
berlaku, maka yang terjadi konsumen yang akan mendapatkan produk yang tidak
berkualitas atau bisa jadi produk yang dibeli termasuk produk gagal.
5. Mendapatkan edukasi atau Informasi yang mendidik
Konsumen tentang pembelian produk yang dibeli oleh Konsumen.
Konsumen juga berhak mendapatkan edukasi tentang
produk yang dibeli, baik itu berupa teks, audio, visual, atau audio visual.
Edukasi yang berbentuk teks salah satunya yaitu berupa buku manual. Edukasi
berbentuk audio bisa berupa rekaman dalam kepingan CD. Edukasi berbentuk visual
yaitu lembaran kertas berisi gambar-gambar tentang manual intruksi, tips
pemakaian dan penggunaan, cara, dan lain-lain. Sedangkan Edukasi yang berbentuk
Audio Visual berupa Rekaman video dalam kepingan CD atau DVD. Ini penting demi
kelancaran dalam penggunaan produk yang dibeli oleh konsumen.
6. Mendapatkan pelayanan yang baik dari Pelaku Usaha.
Konsumen berhak untuk mendapatkan pelayanan yang baik
dari pihak yang menjualkan produk atau barang yang dijual. Misalnya: tidak ada
unsur paksaan dalam membeli produk, dan lain sebagainya.
7. Mendapatkan ganti rugi atau Garansi dari Pelaku
Usaha.
Hak terakhir yang harus didapatkan oleh Konsumen
adalah mendapatkan ganti rugi atau bahasa yang biasa kita kenal adalah garansi.
Ganti rugi wajib didapatkan oleh konsumen, baik itu berupa ganti rugi berupa
uang, diganti dengan produk yang baru, atau mendapatkan garansi perbaikan
barang. Walaupun Konsumen diberi masa garansi hanya beberapa hari, itu masihlah
penting agar konsumen mendapatkan jaminan garansi terhadap produk yang dibeli.
Jika suatu saat produk yang dibeli rusak atau bermasalah, pada masa garansi,
maka produk tersebut masih bisa dikembalikan lagi, kemudian mendapatkan haknya
yaitu ganti rugi berupa uang, diganti dengan produk yang baru, atau mendapatkan
garansi perbaikan barang.
Disamping Konsumen mendapatkan hak-haknya, konsumen
juga mempunyai kwajiban sebagai seorang pembeli, yaitu:
- Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi keamanan
dan keselamatan.
- Beritikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan atau jasa
- Membayar sesuai dengan nilai tukar yang
disepakati.
- Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara baik.
Sumber:
Langganan:
Postingan (Atom)