Jumat, 28 Juni 2013

Kakek dan Nenek

Orang yang paling berharga dalam hidup aku selain orang tua adalah Nenek dan Kakekku..
baik itu nenek & kakek dari mamah atau nenek & kakek dari bapak. Mereka sangat berperan aktif dalam hidupku.
Pertama-tama aku akan membahas nenek & kakek dari mamah terlebih dahulu, dan aku memanggil panggilan mereka Nyai & kakek.
Nyai itu yang merawat aku dari waktu aku bayi sampai aku umur 2.5thn. Karna nyai meninggal diwaktu aku umur segitu jadi aku juga belum tau gimana rasanya aku memeluk, mencium, mengobrol dan lain sebagainya. Sedih sih sebenernya karna aku belum pernah bertatap muka langsung dengannya, selama ini aku hanya bisa melihatnya melalui foto aja. Tapi seenggaknya aku bersyukur karna pernah dirawat dengan beliau walaupun cuma sebentar. :)
Selanjutya kakek, kakek adalah orang yang menjaga aku dirumah kalau mamah-bapak sedang bekerja. Jadi setiap harinya dirumah aku hanya berdua dengan beliau. Bahkan kakek merupakan temen yang bisa diajak sekongkol kalau aku ingin melakukan sesuatu yang tanpa sepengetahuan mamah-bapak aku. :D
Seperti misalnya kalau siang mamah/bapak suka telfon kerumah kakek buat tanya keadaan aku, kakek bilangnya kalo aku sedang tidur tapi sebenernya aku lagi main. :P dan masih banyak lagi sekongkollan yang lain dilakukan aku sama kakek.
Selanjutnya yang kedua Nenek & Kakek dari bapak, dan aku memanggil mereka dengan panggilan Nyai & Atuk.
Kalau Nyai itu merupakan orang yang suka aku mintain duit kalo aku ingin jajan, karna uang jajan aku udah abis jadi aku suka minta duit ke beliau kalau aku ingin jajan. Selain itu juga karna rumah Nenek&Kakek dari mamah dan bapak sangat berdekatan jadi aku lebih gampang untuk bolak-baliknya antara rumah kakek&nenek dari mamah dengan rumah kakek&nenek dari bapak. Sehingga itu juga bisa aku jadikan alasan ke mamah-bapak kalau aku lagi males belajar. Misalnya dulu aku kalau abis maghrib udah disuruh belajar sama mamah-bapak tetapi sebelum maghrib aku udah dirumah nenek&kakek dari bapak supaya aku gak disuruh belajar sama mamah-bapak.
Dan yang terakhir adalah Atuk, atuk ini orang yang sangat sayang sama cucunya. Karna aku merupakan cucu pertama dan memang baru mempunyai 1 cucu pada waktu itu. Jadi beliau membelikan aku apapun kalau aku minta. Seperti misalnya waktu ke Cibaduyut aku minta tas sama mamah-bapak tapi gak dikasih dan akhirnya Atuk aku yang membelikan tas yang aku mau itu.
Dilain sisi memang Atuk itu orangnya royal dan gak pernah perhitungan sama siapapun. Bahkan ketika Atuk diberi cucu 1 lagi dari Om aku (Adiknya bapakku) Atuk yang membayar semua biaya rumah sakit persalinannya. Itu membuktikan kalau Atuk itu tidak pernah pilih kasih sama siapapun.
Aku merasa kehilangan banget pada waktu Atuk meninggal, Atuk meninggal pada waktu aku kelas 4SD dan yang bikin aku makin sedih lagi, Atuk meninggal bukan dalam keadaan dia lagi dirumah tapi pada saat dia lagi pulang ke kampung halamannya yang di Poso. Jadi aku gak bisa melihat secara langsung jenazah beliau karna dimakaminnya juga di Poso.
Aku sangat sayang sekali sama mereka, karna mereka merupakan bagian terpenting dalam hidup aku.
Walaupun sekarang aku mempunyai Kakek yang dari mamah tinggal satu-satunya tapi aku sehabis sholat gak pernah melupakan berdoa untuk kakek&nenek yang sudah meninggal.

Selasa, 25 Juni 2013

Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Pengertian Sengketa
Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu – individu atau kelompok – kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dngan yang lain.
Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya.
Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Sengketa dapat di selesaikan dengan berbagai cara dintara nya :
Negosiasi
Pengertian Negosiasi :
  1. Proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap dan perilaku orang lain.
  1. Proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain.
  2. Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
Pola Perilaku dalam Negosiasi:
(1)       Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
(2)       Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan,  menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi.
(3)       Moving away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
(4)       Not moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
Ketrampilan Negosiasi:
(1)     Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
(2)     Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
(3)     Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan tuntutan di luar perhitungan.
(4)     Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa  sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
(5)     Cepat memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.
Negosiasi dan Hiden Agenda:
Dalam negosiasi tak tertutup kemungkinan masing-masing pihak memiliki hiden agenda.
Hiden agenda adalah gagasan tersembunyi/ niat terselubung yang tak diungkapkan (tak eksplisit) tetapi justru hakikatnya merupakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh pihak yang bersangkutan.
Negosiasi dan Gaya Kerja
(1)    Cara bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh gaya kerjanya.
(2)    Kesuksesan bernegosiasi seseorang didukung oleh kecermatannya dalam memahami gaya kerja dan latar belakang budaya pihak lain.
Fungsi Informasi dan Lobi dalam Negosiasi
(1)   Informasi memegang peran sangat penting. Pihak yang lebih banyak memiliki informasi biasanya berada dalam posisi yang lebih menguntungkan.
(2)   Dampak dari gagasan yang disepakati dan yang akan ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan lebih dulu.
(3)   Jika proses negosiasi terhambat karena adanya hiden agenda dari salah satu/ kedua pihak, maka lobyingdapat dipilih untuk menggali hiden agenda yang ada sehingga negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan yang lebih terbuka.
Pengertian Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.
Prosedur Untuk Mediasi
• Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
• Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
• Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
• Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan.
Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
Mediator
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
1.
netral
2.
membantu para pihak
3.
tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung kepada para pihak.
Tugas Mediator
1.
Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk dibahas dan disepakati.
2.
Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
3.
Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.

4.
Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
Daftar Mediator
Demi kenyamanan para pihak dalam menempuh proses mediasi, mereka berhak untuk memilih mediator yang akan membantu menyelesaikan sengketa.
1.
Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan menyediakan daftar mediator yang sekurang-kurangnya memuat 5(lima) nama dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman dari para mediator.
2.
Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam daftar mediator.
3.
Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada hakim dan bukan hakim yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator.
4.
Kalangan bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan yang bersangkutan
5.
Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.
6.
Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator.
7.
Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain karena mutasi tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas pedoman perilaku.
Honorarium Mediator
1.
Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.
2.
Uang jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh para pihak berdasarkan kesepakatan para pihak.
Arbitrase
Pengertian Arbitrase
Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
1. Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa oramg arbiter.
2. Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri;
3. Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
4. Asa final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil,Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan.
Berdasarkan pengertian arbitrase menurut UU Nomor 30 Tahun 1990 diketahui bahwa.
1. Arbitrase merupakan suatu perjanjian ;
2. Perjajian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis;
3. Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa untuk dilaksanakan di luar perdilan umum.
Dalam dunia bisnis,banya pertimbangan yang melandasi para pelaku bisnis untuk memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian perselisihan yang akan atau yang dihadapi.Namun demikian,kadangkala pertimbangan mereka berbeda,baik ditinjau dari segi teoritis maupun segi empiris atau kenyataan dilapangan.
DASAR HUKUM ARBITRASE
Secara singkat sumber Hukum Arbitrase di Indonesia adalah sebagai berikut:
A. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan bahwa “semua peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.” Demikian pula halnya dengan HIR yang diundang pada zaman Koloneal Hindia Belanda masih tetap berlaku, karena hingga saat ini belum diadakan pengantinya yang baru sesuai dengan Peraturan Peralihan UUD 1945 tersebut.
B. Pasal 377 HIR
Ketentuan mengenai arbitrase dalam HIR tercantum dalam Pasal 377 HIR atau Pasal 705 RBG yang menyatakan bahwa :
“Jika orang Indonesia atau orang Timur Asing menghendaki perselisihan mereka diputus oleh juru pisah atau arbitrase maka mereka wajib memenuhi peraturan pengadilan yang berlaku bagi orang Eropah”. Sebagaimana dijelaskan di atas, peraturan pengadilan yang berlaku bagi Bangsa Eropah yang dimaksud Pasal 377 HIR ini adalah semua ketentuan tentang Acara Perdata yang diatur dalam RV.
C. Pasal 615 s/d 651 RV
Peraturan mengenai arbitrase dalam RV tercantum dalam Buku ke Tiga Bab
Pertama Pasal 615 s/d 651 RV, yang meliputi :
- Persetujuan arbitrase dan pengangkatan para arbiter (Pasal 615 s/d 623 RV)
- Pemeriksaan di muka arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
- Putusan Arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
- Upaya-upaya terhadap putusan arbitrase (Pasal 641 s/d 674 RV)
- Berakhirnya acara arbitrase (Pasal 648-651 RV)
D. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 /1970
Setelah Indonesia merdeka, ketentuan yang tegas memuat pengaturan lembaga arbitrase dapat kita temukan dalam memori penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan “ Penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit atau arbitrase tetap diperbolehkan”.
E. Pasal 80 UU NO. 14/1985
Satu-satunya undang-undang tentang Mahkamah Agung yang berlaku di Indonesia yaitu UU No. 14/1985, sama sekali tidak mengatur mengenai arbitrase. Ketentuan peralihan yang termuat dalam Pasal 80 UU No. 14/1985, menentukan bahwa semua peraturan pelaksana yang telah ada mengenai Mahkamah Agung, dinyatakan tetap berlaku sepanjang peraturan tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang Mahkamah Agung ini. Dalam hal ini kita perlu merujuk kembali UU No. 1/1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia. UU No. 1/1950 menunjuk Mahkamah Agung sebagai pengadilan yang memutus dalam tingkat yang kedua atas putusan arbitrase mengenai sengketa yang melibatkan sejumlah uang lebih dari Rp. 25.000,- (Pasal 15 Jo. Pasal 108 UU No. 1/1950).
F. Pasal 22 ayat (2) dan (3) UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing
Dalam hal ini Pasal 22 ayat (2) UU No. 1/1967 menyatakan:
“Jikalau di antara kedua belah pihak tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam,dan cara pembayaran kompensasi tersebut, maka akan diadakan arbitrase yang putusannya mengikat kedua belah pihak”.
Pasal 22 ayat (3) UU No. 1/1967 :
“Badan arbitrase terdiri atas tiga orang yang dipilih oleh pemerintah dan pemilik modal masing-masing satu orang, dan orang ketiga sebagai ketuanya dipilih bersama-sama oleh pemerintah dan pemilik modal”.
G. UU No. 5/1968
yaitu mengenai persetujuan atas “Konvensi Tentang Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warga Asing Mengenai Penanaman Modal” atau sebagai ratifikasi atas “International Convention On the Settlement of Investment Disputes Between States and Nationals of Other States”.
Dengan undang-undang ini dinyatakan bahwa pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan persetujuan agar suatu perselisihan mengenai penanaman modal asing diputus oleh International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSD) di Washington.
H. Kepres. No. 34/1981
Pemerintah Indonesia telah mengesahkan “Convention On the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards” disingkat New York Convention (1958), yaitu Konvensi Tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Luar Negeri, yang diadakan pada tanggal 10 Juni 1958 di Nww York, yang diprakarsaioleh PBB.
I. Peraturan Mahkamah Agung No. 1/1990
Selanjutnya dengan disahkannya Konvensi New York dengan Kepres No. 34/1958 , oleh Mahkamah Agung di keluarkan PERMA No. 1/1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, pada tanggal 1 maret 1990 yang berlaku sejak tanggal di keluarkan.
J. UU No. 30/1999
Sebagai ketentuan yang terbaru yang mengatur lembaga arbitrase, maka
pemerintah mengeluarkan UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, pada tanggal 12 Agustus 1999 yang dimaksudkan untuk mengantikan peraturan mengenai lembaga arbitrase yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan perdagangan internasional. Oleh karena itu ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 615 s/d 651 RV, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 RBG, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian ketentuan hukum acara dari lembaga arbitrase saat ini telah mempergunakan ketentuan yang terdapat dalam UU NO. 30/1999.

Sumber:

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT


1. Pengertian
Sebelum dikeluarkannya undang-undang no.5 tahun 1999, pengaturan mengenai persaingan usaha tidak sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum dan Pasal 382 bis KUH Pidana. “Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu, diancam karena persaingan curang dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus ribu rupiah”
Dengan demikian, dari rumusan Pasal 382 bis KUH Pidana terlihat bahwa seseorang dapat dikenakan sanksi pidana atas tindakan “persaingan curang” dan harus memenuhi beberapa kriteria, sebagai berikut : a. Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan curang b. Perbuatan persaingan curang itu dilakukan dalam rangka mendapatkan, melangsungkan, dan memperluas hasil dagangan, atau perusahaan. c. Perusahaan yang diuntungkan karena persaingan curang tersebut baik perusahaan si pelaku maupun perusahaan lain. d. Perbuatan pidana persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu. e. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut telah menimbulkan kerugian bagi konkurennya dari orang lain yang diuntungkan dengan perbuatan si pelaku.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat
2. Undang-undagn Anti Monopoli Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
Monopoli murni adalah bentuk organisasi pasar dimana terdapat perusahaan tunggal yang menjual komoditi yang tidak mempunyai subtitusi sempurna. Perusahaan itu sekaligus merupakan industri dan menghadapi kurva permintaan industri yang memiliki kemiringan negatif untuk komoditi itu.
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya.
3. Asas dan Tujuan Dalam melakukan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan umum dan pelaku usaha. Sementara itu tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut
·         Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
·         Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
·         Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
4. Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 ” Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya
A. Perjanjian yang Dilarang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
B. Oligopoli: keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar. C. Penetapan harga: dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain:
D. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
E. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
F. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
G. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
H. Pembagian wilayah: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
I. Pemboikotan: Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
J. Kartel: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
K. Trust: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
L. Oligopsoni: Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
M. Integrasi vertical: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
N. Perjanjian tertutup: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu
O. Perjanjian dengan pihak luar negeri: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
5. Hal-Hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan,yaitu Pasal 50
A. Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundangundangan yang berlaku;
B. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
C. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
D. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
E. Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;
F. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; G. Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; h. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
I. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51 Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabangcabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
A.    Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain. Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan. Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat yaitu:
B.      Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
C.     Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
D.    Efisiensi alokasi sumber daya alam
E.      Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
F.      Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
G.     Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
H.     Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
I.        Menciptakan inovasi dalam perusahaan
J.        Sanksi

Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
Perangkat Hukum Indonesia
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
·         Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
·         Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
·         Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
·         Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
·         Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
·         Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
·         Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
apakah sesuai dengan hak sebagai konsumen yang sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang no. 8 Tahun 1999 tantang Perlindungan Konsumen atau tidak? Seperti apakah isi Hak konsumen dalam Undang-undang no. 8 Tahun 1999 tantang Perlindungan Konsumen itu? Rincian serta Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Produk yang dibutuhkan Konsumen haruslah aman.

Jika kita melalaikan ini, maka produk yang kita beli bisa jadi mudah rusak dan bahkan akan memberikan keburukan atau mencelakakan kita, contohnya Anda bisa melihat gambar di bawah ini:
Produk Velg yang tidak memenuhi syarat SNI (Standart Nasional Indonesia) seperti gambar di atas akan bisa membuat kita celaka. Kemungkinan terburuknya adalah saat kita mengendarai sepeda motor, bisa jadi akan rusak saat perjalanan. Nah, ini tentu akan membahayakan kita, bahkan orang lain juga. Ini bisa saja terjadi saat kita lalai dalam memilih produk yang tidak aman dan tidak memenuhi SNI. Harusnya kita bisa menjadi Konsumen Cerdas Paham Perlindungan Konsumen.

2. Mendapatkan informasi yang relevan atau sesuai terhadap produk yang dipakai oleh Konsumen.

Dalam pembelian produk maka kita sebagai Konsumen berhak untuk mendapatkan hak berupa data atau informasi tentang produk yang akan kita beli. Tentu data informasi ini harus yang relevan dengan produk tersebut. Contoh: Sebagaimana gambar di atas berupa velg. Jika Barangnya berupa Velg, maka data yang bukan kita butuhkan adalah siapa saja yang sudah menggunakan velg ini? Kalau artis yang sudah menggunakannya, siapa saja, namanya siapa, artis dari mana saja, rumahnya dimana, dan lain sebagainya. Bukan data informasi seperti ini yang kita butuhkan. Tetapi, data informasi yang betul-betul kita butuhkan adalah buatan tahun berapa, dibuat dari negara mana, dibuat oleh perusahaan apa, dan apakah sudah memenuhi standart SNI atau belum.

3. Memiliki hak untuk berbicara dan didengar tentang produk yang akan dibeli oleh Konsumen.

Saat Konsumen akan membeli produk, maka Konsumen berhak untuk bertanya tentang produk yang akan dibeli. Dan juga berhak untuk mendengarkan jawaban yang tepat tentang produk yang ditanyakan. Ini penting agar konsumen betul-betul terpuaskan tentang informasi tentang produk yang akan dibeli. Sehingga produk yang dibeli Konsumen betul-betul berkualitas.

4. Memilih produk yang akan dibeli Konsumen.

Hak lain yang harus didapatkan oleh konsumen atau pembeli adalah memilih. Memilah dan memilih produk memang sangatlah penting untuk konsumen agar produk yang dibeli betul-betul berkualitas. Jika konsumen hanya membeli tanpa memilah dan memilih sesuai standart dan ketentuan yang berlaku, maka yang terjadi konsumen yang akan mendapatkan produk yang tidak berkualitas atau bisa jadi produk yang dibeli termasuk produk gagal.

5. Mendapatkan edukasi atau Informasi yang mendidik Konsumen tentang pembelian produk yang dibeli oleh Konsumen.

Konsumen juga berhak mendapatkan edukasi tentang produk yang dibeli, baik itu berupa teks, audio, visual, atau audio visual. Edukasi yang berbentuk teks salah satunya yaitu berupa buku manual. Edukasi berbentuk audio bisa berupa rekaman dalam kepingan CD. Edukasi berbentuk visual yaitu lembaran kertas berisi gambar-gambar tentang manual intruksi, tips pemakaian dan penggunaan, cara, dan lain-lain. Sedangkan Edukasi yang berbentuk Audio Visual berupa Rekaman video dalam kepingan CD atau DVD. Ini penting demi kelancaran dalam penggunaan produk yang dibeli oleh konsumen.

6. Mendapatkan pelayanan yang baik dari Pelaku Usaha.

Konsumen berhak untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pihak yang menjualkan produk atau barang yang dijual. Misalnya: tidak ada unsur paksaan dalam membeli produk, dan lain sebagainya.

7. Mendapatkan ganti rugi atau Garansi dari Pelaku Usaha.

Hak terakhir yang harus didapatkan oleh Konsumen adalah mendapatkan ganti rugi atau bahasa yang biasa kita kenal adalah garansi. Ganti rugi wajib didapatkan oleh konsumen, baik itu berupa ganti rugi berupa uang, diganti dengan produk yang baru, atau mendapatkan garansi perbaikan barang. Walaupun Konsumen diberi masa garansi hanya beberapa hari, itu masihlah penting agar konsumen mendapatkan jaminan garansi terhadap produk yang dibeli. Jika suatu saat produk yang dibeli rusak atau bermasalah, pada masa garansi, maka produk tersebut masih bisa dikembalikan lagi, kemudian mendapatkan haknya yaitu ganti rugi berupa uang, diganti dengan produk yang baru, atau mendapatkan garansi perbaikan barang.
Disamping Konsumen mendapatkan hak-haknya, konsumen juga mempunyai kwajiban sebagai seorang pembeli, yaitu:
  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara baik.
Sumber: