Setelah
pasar memperoleh kepastian pengurangan stimulus moneter Bank Sentral AS
(tapering), kini perhatian pasar tertuju pada kondisi ekonomi internal. Rupiah
tengah menantikan rilis data perekonomian pekan ini.
Di sisi lain, larangan
ekspor mineral mentah turut mempengaruhi sentimen pasar terhadap kinerja
ekspor-impor Indonesia. Dengan kondisi demikian, besar kemungkinan rupiah bakal
menutup 2013 dengan posisi Rp12.200-an.
Ekonom dari Universitas
Indonesia Lana Soelistianingsih mengatakan larangan yang rencananya berlaku per
Januari 2014 ini diaplikasikan pada waktu yang kurang tepat. Di tengah defisit
neraca transaksi berjalan dan penurunan harga komoditas tambang, beleid
tersebut bisa memicu sentimen negatif.
“Sentimen kekhawatiran
cadangan devisa dan ketidakkonsistenan dalam menjalankan. Mungkin saja tidak
terlalu besar asal ada ekspor lain yang bisa menutup kekurangannya,” ungkap
Lana saat dihubungiBisnis, Jumat (29/12).
Meski tak ada data
pasti, dia memperkirakan ekspor mineral mentah menyumbang sekitar US$600 juta
per bulan. Dia mengatakan, jika larangan ini diaplikasikan tepat waktu, yaitu
sekitar 2 tahun lalu, harusnya saat ini pemerintah tinggal menikmati hasilnya
dan mengawasi.
Sebagai catatan, Indonesia adalah salah satu negara produsen dan eksportir komoditas tambang terbesar di dunia. Batubara, nikel, timah, dan bijih besi adalah segelintir bahan tambang yang menjadi andalan ekspor nonmigas Indonesia.
Hal senada juga
diungkapkan oleh Kepala Riset PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra.
Menurutnya, di tengah ketiadaan sentimen positif larangan ekspor ini turut
berpengaruh terhadap sentimen yang mempengaruhi pergerakan mata uang Garuda.
Dia menambahkan, pekan
depan bursa juga akan libur tahun baru. Hal itu akan lumayan menekan pelemahan
rupiah. Selanjutnya pasar akan menunggu data-data perekonomian penting dari
dalam negeri, seperti inflasi dan neraca perdagangan.
“Nggak terlalu
banyak gerakannya sekarang, menunggu aktif lagi awal tahun. Itu yang dinanti
data pasar,” katanya. Saat ditanya tentang prediksi data, Ariston mengatakan
belum mengkaji prediksi inflasi Desember.
Namun dari grafik
pergerakan rupiah yang diamati Ariston menilai rupiah akan bergerak pada
kisaran cukup lebar pekan ini, yaitu Rp12.160—Rp12.300 per dolar AS. Berbeda
dengan Ariston, Lana justru cukup optimistis bahwa tren inflasi belakangan
masih ada pada koridor penurunan.
Dia berharap data
importasi Indonesia akan menunjukkan penurunan secara konsisten. Di sisi lain,
di luar dugaan Lana melihat indikasi masih ada permintaan dolar dalam jumlah
besar di pasar yang menggerus nilai rupiah jelang akhir tahun ini.
Dengan kondisi
demikian, katanya, rupiah berpotensi besar untuk ditutup pada level Rp12.200-an
pada akhir tahun. Merosot tajam dibandingkan dengan pembukaan rupiah di awal
2013 pada Rp9.653 per dolar AS.
ANALISA:
Nilai tukar sebuah mata uang
ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan (supply-demand) atas mata uang tersebut. Jika permintaan atas
sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka
nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau penawaran sebuah mata uang
meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata
uang itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah karena penawaran atasnya
tinggi, sementara permintaan atasnya rendah.
amun, apa yang menyebabkan
penawaran atas Rupiah tinggi, sementara permintaan atasnya rendah? Setidaknya
ada dua faktor. Pertama, keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari
Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar
Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang
negara lain untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan
penawaran atas Rupiah.
Faktor kedua yang
menyebabkan penawaran tinggi dan permintaan rendah atas Rupiah adalah neraca
nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Artinya, ekspor lebih kecil daripada
impor. Dalam Tabel 1 di bawah, kita bisa lihat, defisit neraca nilai
perdagangan Indonesia selama Januari-Juli 2013 adalah -5,65 miliar Dollar AS.
Sektor nonmigas sebenarnya mengalami surplus 1,99 miliar Dollar AS. Namun,
surplus di sektor nonmigas tidak bisa mengimbangi defisit yang sangat besar di
sektor migas, yakni sebesar -7,64 miliar Dollar AS.
Ketika nilai tukar sebuah mata uang
melemah, maka yang biasanya mencolok terkena dampaknya adalah harga komoditi
impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi (bahan baku dan
barang modal). Karena harga komoditi impor dipatok dengan mata uang negara
asal, maka jika nilai mata uang negara tujuan jatuh, harga komoditi impor akan
naik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar